Rabu, 16 Desember 2009

Kisah Perjalanan SATKORLAK ITB untuk Gempa Sumbar (Part 2)

Reported by Giri Kuncoro

Salah satu program yang berjalan sukses adalah program “Mental Recovery” yang diinisiasi oleh teman-teman Seni Rupa ITB. Mereka beritikad dan berniat baik ingin melakukan sesuatu untuk para korban gempa. Berikut ini kisah dan cerita dari teman-teman Seni Rupa :

“Dari niat ini kami kemudian berkumpul dan berdiskusi tentang apa yang bisa kami bisa berikan untuk dapat mengurangi beban saudara-saudara kita di sana, lalu kami teringat pada apa yang kami lakukan sehari-hari. Berkesenian adalah kegiatan yang akrab dengan kami, kami tahu seluk beluknya baik secara proses dan hasil. Kami berangkat dari keyakinan bahwa kesenian telah membawa kami ke tempat yang aman dan nyaman untuk menjadi diri kami sendiri sehingga kami dapat percaya diri untuk melangkah maju. Atas dasar keyakinan tersebut kami bersepakat untuk membuat sebuah program mental recovery untuk anak-anak (khususnya) dan keluarga yang berkelanjutan untuk para korban di sana.


“Terbayang dalam benak kami sebesar apa bencana gempa kemarin pasti berdampak bagi anak-anak dan keluarga mereka di sana. Bagaimana kerusakan dan kehilangan atau paling tidak perubahan besar itu merenggut keceriaan mereka bahkan mungkin mengubah jalur perkembangan mereka. Mereka adalah pemimpin masa depan bangsa ini. Masa depan yang lebih baik bagi mereka berarti masa depan yang lebih baik bagi bangsa ini dan memberikan jaminan itu bukan hanya kewajiban orang tua mereka tetapi kita semua. Tujuan utama dari program mental recovery yang kami adakan ini adalah untuk setidaknya mengembalikan mereka ke jalur normal perkembangan mereka dengan mereduksi emosi tidak baik yang masih tersisa di dalam diri mereka, membimbing mereka untuk bisa percaya diri dengan apa yang mereka miliki dan membangun optimisme mereka terhadap masa depan. Kemudian kegiatan berkeseniannya sendiri dapat menjadi aktivitas yang berkelanjutan bagi mereka di masa depan.

“Program mental recovery ini kami rencanakan untuk diadakan secara intensif selama 14 hari di sebuah nagari di daerah Kabupaten Pariaman. Aktivitas yang akan dilaksanakan berupa intervensi psikologi dengan menggunakan metode berkesenian dan bermain. Referensi dari aktivitas yang kami akan lakukan berasal dari sari-sari perkuliahan studio dan teori kreativitas yang diajarkan pada kami (terutama oleh Prof. Primadi Tabrani), aktivitas yang pernah digunakan oleh beberapa anggota tim pada program mental recovery baik di Nanggroe Aceh Darussalam, Yogyakarta maupun Jawa Barat, serta korespondensi yang kami lakukan dengan Cathy Malchiodi, ATR-BC, LPCC, CPAT, seorang art therapist berlisensi dari International Art Therapist Organization yang memiliki spesialisasi pada kasus trauma dan post-trauma pada anak.”




PROGRAM MENTAL RECOVERY

Program mental recovery yang kami adakan berlangsung selama 14 hari. Dimulai sejak datangnya tim perintis pada Hari Rabu, 4 November 2009. Anggotanya terdiri dari 3 orang, yaitu : Mohammad Rais Ali (Alumni-2004), Yulvia Rosa ( 2006) dan Sendi Adrianov (2008)
Tugas tim perintis adalah :
1. Mencari sekolah tempat pelaksanaan program mental recovery di DIKNAS Pariaman.
2. Mengurus Akomodasi.
3. Survey rekapitulasi kerusakan gempa.

Dari data-data yang dikumpulkan, ditemukan bahwa kerusakan berat sekolah terdapat di daerah Sungai Geringgi. Tim program telah tiba di Padang sejak Hari Sabtu, 7 November 2009 dan menetap hingga Hari Rabu, 18 November 2009. Berjumlah 10 orang, terdiri dari seorang Koordinator Program dan seorang Koordinator Logistik. yaitu :
1. Ardhanariswarie (Alumni-2004) sebagai Koordinator Program.
2. Andi Abdul Qodir (Alumni_2004) sebagai Koordinator Logistik.
3. 8 orang lainnya bertugas sebagai fasilitator, yaitu:
Rahmat Danu Andika (2004)
Maya Dianati (2006)
Yulvia Rosa (2006)
Ricko Gabriel (2007)
Aurora Benita (2006)
Putri Purnamasari (2006)
Alfiah Rahdini (2008)
Amanda Amelia (2006)

Tugas tim program adalah :
1. Sabtu, 7 November 2009 :
Menempati akomodasi yang sudah disediakan.
Mengadakan survey tambahan ke SDN 02 Batu Mangaum di Sungai Geringging. Bertemu dengan wali kelas anak-anak kelas 4 dan 6 untuk menjelaskan program dan berinteraksi dengan anak-anak yang bersangkutan.
2. Minggu, 8 November 2009 :
Cek Logistik yang di tempatkan tidak jauh dari SDN 02 Batu Mangaum.
(Membagi logistik sesuai dengan jumah kelompok dan memastikan logistik sesuai).
3. Senin, 9 November 2009 :
Program dimulai. Rincian program adalah sbb :
Program berjalan selama 9 hari, (9 November 2009- 17 November 2009). Secara keseluruhan, program berjalan lancar. Anak-anak yang datang setiap harinya mencapai sekitar 70 anak. Respon yang diberikan positif baik dari pihak guru maupun siswa anak-anak tersebut.
Namun, karena kurangnya SDM yang ada, menyebabkan ketidakmampuan dalam melibatkan seluruh siswa. Hanya kelas 4 dan kelas 5 saja. Serta tidak adanya Training for trainers untuk keberlangsungan program.
Jadwal yang dilaksanakan setiap harinya adalah sbb :
Pukul 10.00 Briefing
12.30 Berangkat ke tempat logistik
13.00 Persiapan logistik dan tempat
14.00 Program mulai
15.30 Selesai*
17.00 Mengisi lembar observasi
19.00 Evaluasi
*Biasanya terdapat permainan sebelum dan setelah program untuk mengisi waktu.
Karena banyak anak-anak yang datang (di luar anak-anak yang ikut program), maka diadakan program tambahan oleh Koordinator Logistik berupa kelas gambar.

Ringkasan Logistik.;
1. Barang berlebih (beberapa barang tidak diperlukan).
2. Beberapa barang tercecer dan hilang.
3. Karena base logistic yang dekat dengan SDN 02, maka memudahkan mobilisasi logistik.
4. Logistik berlebih rencananya akan diberikan kepada sekolah untuk memfasilitasi kreativitas anak-anak.

Program mengikutsertakan anak-anak SDN 02, Batu Mangaum, Kecamatan Sungai Geringging, kelas 4 dan 5 yang terkena dampak dari gempa tanggal 30 Agustus 2009 di daerah Pariaman dan sekitarnya.
Profil anak-anak yang mengikuti program, secara umum, adalah:
1. Berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
2. Pekerjaan orang tua mereka kebanyakan adalah pengerajin dan usaha kecil.
3. Mereka tidak ada yang kehilangan anggota keluarga saat gempa, namun kebanyakan rumah mereka hancur dan rusak karenanya. Orang tua mereka pun banyak yang mengalami stres akibat hal tersebut.

Output dari Program Mental Recovery, yaitu :
1. Untuk memfasilitasi mereka dalam mengekspresikan emosi mereka setelah bencana.
2. Mereduksi kecemasan yang mereka miliki setelah bencana.
3. Untuk mengembalikan rasa aman dan rasa bangga ke dalam diri mereka.
4. Melatih kemampuan mereka dalam berkerja-sama.

1. Dari dua kali assessment yang kami lakukan melalui gambar figur manusia, terlihat adanya perubahan positif dari mereka. Pada gambar-gambar di assessment pertama, kebanyakan dari mereka masih sulit secara sistematis mensinkronisasi antara figur yang digambar dengan cerita tentang figure tersebut. Hal ini biasanya menandakan bahwa ada ketidakmatangan emosi yang mungkin diakibatkan oleh trauma yang tidak tertangani. Pada perkembangannya di assessment kedua, kebanyakan gambar mereka sudah lebih teratur dan ceritanya lebih positif/realistis.
2. Pada pesta topeng, mayoritas anak menceritakan pengalamannya saat gempa terjadi dengan fasih. Ritual “membuang topeng” yang menandakan akhir dari masa bersedih mereka terbukti efektif karena keesokan harinya mereka sudah tampak lebih nyaman mengikuti program.
3. Kedekatan mereka dengan kakak-kakak fasilitator yang berkembang membawa beberapa pengaruh positif:
a. Mereka lebih merasa aman dan nyaman untuk bercerita tentang diri dan pengalaman mereka.
b. Mengurangi kebiasaan mereka bertengkar dan berebut barang.
c. Mendekatkan keintiman antar mereka.
Sayangnya, masa perpisahan (tahap separation) tidak diantisipasi sehingga menimbulkan beberapa masalah karena keterkejutan para kakak fasilitator terhadap perubahan perilaku anak-anak menjelang masa tersebut.
4. Kerja sama yang terbangun di antara mereka masih belum baik, tapi setelah tiga kegiatan yang melatih mereka untuk bekerja sama kami dapat melihat perkembangan baiknya.
5. Secara keseluruhan, outcome yang terjadi sesuai dengan output yang diinginkan. Yang terpenting bagi anak-anak yang baru saja melewati masa-masa sulit (dan mungkin traumatis) akibat bencana alam adalah mereka merasa terhibur.

MASIH BERSAMBUNG KEMUDIAN..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar